A. Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau. Seorang
pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan
tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan
akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang
pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja
dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut
kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang
birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan
lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa
awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai
pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut.
Tiga
abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi.
Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu
mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat
sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut
sel kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules
atau animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju
progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan
spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan
anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada
ovarium kelinci.
Penelitian
ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann
dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro
Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang
kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang
dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan
inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus
dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk
anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk
dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian
spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan.
Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan
mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal.
Spallanzani
juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada
spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan
menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas
filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun
1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan
terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia mengamati bahwa semen
kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya
membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak
bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama
tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk
lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan
fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat
memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi.
Perkenalan
pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter
hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik
tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang
diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian
untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof.
Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah
perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan
dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan
kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini
kurang praktis untuk dilaksanakan.
Pada
tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat
konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB
sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen
dari kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.
Penanganan
IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha untuk memajukan
peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam bidang IB di Rusia
adalah Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan Kuda
Kerjaaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian IB.
Dan dilah orang pertama yang berhasil melakukan IB pada sapi dan domba.
Hasil
spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di Askaniya-Nova
(1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39 kuda yang di IB,
sedang dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda
yang di IB. Tahun 1914, Geuseppe amantea Guru Besar fisiologi manusia di
Roma, banyak mengadakan penelitian tentang spermatozoatologi, dengan
hewan percobaan anjing, burung merpati dan ayam. Kemudian dia berhasil
membuat vagina buatan pertama untuk anjing. Berdasar penemuan ini banyak
peneliti lain membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba. Tahun
1926, Roemelle membuat yang pertama kali membuat vagina buatan untuk
sapi, dan orang pertama yang membuat vagina buatan untuk domba dan
kambing adalah Fred F. Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada
tahun 1938 Prof. Enos J. Perry mendirikan koperasi IB pertama di Amerika
Serikat yang terletak di New Jersey.
Kemajuan
pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi
pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S.
Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen
untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice)
sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini
disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan
pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan lebih
praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.
B. Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi
Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun
limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan
Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan
istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa
Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan
Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan
LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor
dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang,
timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada
tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB
untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti
jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik
ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong.
Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk, karena situasi
ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB
hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempay
dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.
Di
Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan
kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi
untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran
bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi susu dengan
pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan Ternak
kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai
Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya
menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi
sekarang di daerah jalur susu Semarang – Solo – Tegal.
Inseminasi
buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah
Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran
pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan
adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara
sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu
dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan
yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen
cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga
perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.
Hasil-hasil
perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat memberi
harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi
tidak diikuti oleh peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu
sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya produsen susu menjadi
lesu, sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970,
mengalami kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang
menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan bakunya.
Kekurang
berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena
semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu
adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan.
Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga
pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.
Dengan
adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun
yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun.
Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang
peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973
pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku
inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir
menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.
Semen
beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis pemerintah
Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah
Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan
spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa
Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di
Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari
Malang Jawa Timur.
Untuk
kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan
IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978).
Namun perkembangannya kurang memuaskan karena dukungan sponsor yang
kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak diketahui. IB
pada kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.
Hasil
evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan
tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua tahun
tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari survei ini
disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada
kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan
sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu
sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan,
kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina
serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi
terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB,
perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen,
pengendalian penyakit.
C. Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan
Yang
dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu
cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang
telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari
ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan
metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
Tujuan Inseminasi Buatan
a) Memperbaiki mutu genetika ternak;
b) Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ;
c) Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
d) Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
b) Akan
terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang
digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan
diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat
menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu
progeny test).
Pustaka:
Bearden, HJ and Fuquay JW, 1984. Applied Animal Reproduction. 2ndEdition. Reston Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall Company. Reston. Virginia.
Evans G and MaxwelI WMC, 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goats. Butterworths. Sydney.
Foote RH, 1980. Artificial Insemination. In Reproduction in Farm Animal 4thEdition. Hafez, E.S.E. (Ed.). Lea and Febiger. Philadelpia.
Hafez ESE, 1993. Reproduction in Farm Animai. 6th Edition. Lea and Febiger. Philadelpia
Salisbury,
G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
—————–, 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar