Kamis, 02 Februari 2012

Mononatrium glutamat


Mononatrium glutamat

Mononatrium glutamat


Sodium 2-Aminopentanedioate
Identifikasi
Nomor CAS
[142-47-2]
PubChem
85314
Nomor EC
205-538-1
SMILES
C(CC(=O)O)C(C(=O)[O-])N.[Na+]
Sifat
Rumus molekul
C5H8NNaO4
Massa molar
169.111 g/mol
Penampilan
sebuk kristal putih
Titik lebur

Kelarutan dalam air
74g/100mL
Bahaya
LD
16600 mg/kg (oral, rat)
Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku
pada temperatur dan tekanan standar (25°C, 100 kPa)
Sangkalan dan referensi
Mononatrium glutamat (juga disebut monosodium glutamat; disingkat MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat. Berfungsi sebagai penyedap rasa. Satu ion hidrogen(dari gugus —OH yang berikatan dengan atom C-alfa) digantikan oleh ion natrium. Merek dagang dari mononatrium glutamat termasuk Ajinomoto, Vetsin, Miwon, Sasa dan Accent.

 

Sejarah MSG

Manfaat asam amino glutamat sebagai penyedap rasa baru diketahui pada tahun 1908 oleh seorang ilmuwan Jepang bernama Dr. Kikunae Ikeda.
Penemuan MSG oleh Dr. Ikeda diawali oleh keprihatinannya terhadap kondisi fisik rakyat Jepang di kala itu. Sewaktu belajar ilmu Kimia modern di Jerman, dia membandingkan tubuh orang Jerman yang lebih tinggi dari pada orang Jepang. Dia juga mengamati makanan Jerman dan merasakan kesamaan cita rasa unik pada makanan Jerman yang juga ada pada makanan Jepang.
Setelah kembali ke Jepang, Dr. Ikeda memusatkan penelitiannya pada bumbu tradisionil Jepang, yaitu kaldu yang terbuat dari rumput laut (Kombu). Dia berhasil mengisolasi sumber rasa unik tersebut, yaitu asam Glutamat. Rasa ini kemudian diperkenalkannya dalam bahasa Jepang sebagai rasa “Umami”.
Penemuan Glutamat sebagai sumber rasa “Umami” mengukuhkan ambisi Ikeda untuk memperbaiki kondisi fisik bangsanya, yaitu melalui bumbu masak yang menambah citarasa dan kelezatan makanan Jepang. Dr. Ikeda mendapatkan paten atas metode produksi MSG. Namun, asam Glutamat murni yang dihasilkannya tidak menarik secara komersial karena sifat fisik dan kimianya. Hingga akhirnya Dr. Ikeda berhasil mensenyawakan glutamate dengan sodium menjadi Monosodium Glutamat (MSG). Dengan membagi hak patennya dengan seorang pemilik pabrik Iodine, Saburousuke Suzuki, Dr Ikeda kemudian berhasil mewujudkan hasratnya memproduksi dan memasarkan MSG secara massal.
AJI-NO-MOTO (MSG) mulai dipasarkan di Jepang pada tahun 1909. Pada waktu itu MSG diproduksi melalui proses ekstraksi gluten hingga tahun 1960-an. Proses produksi ini tidak dapat memenuhi permintaan yang meningkat dengan cepat dari pasar Jepang dan dunia. Inovasi teknologi fermentasi pada tahun 1956 kemudian membantu usaha meningkatkan produksi MSG yang terus diterapkan hingga sekarang. MSG sekarang umumnya diproduksi dengan menggunakan bahan baku yang kaya glukosa seperti tetes tebu, singkong, jagung, gandum, sagu dan beras. Proses fermentasi mertpakan proses pengolahan makanan traditional yang juga digunakan untuk membuat tape, tempe, kecap dan lain lain.

Penyedap makanan bukan MSG

Meskipun MSG baru ditemukan oleh Dr Ikeda 100 tahun yang lalu, namun bumbu masak yang kaya glutamat ternyata sudah digunakan di zaman kuno dulu. Kecap ikan yang menjadi bumbu wajib di Asia tenggara ternyata sudah dipakai untuk melezatkan makanan oleh orang-orang Yunani dan Romawi 2500 tahun yang lalu. Kecap ikan sangat kaya kandungan glutamat bebasnya, yaitu 1370mg/100g. Di sepanjang Teluk Mediterania dan Laut Hitam ditemukan gerabah-gerabah kuno yang dipakai untuk membuat dan menyimpan kecap ikan oleh penduduk Yunani dan Romawi kuno. Pada masa Yunani kuno kecap ikan dinamakan Garon, sementara pada masa Romawi kuno dinamakan Garum atau Liquamen.

Glutamat dalam makanan dan tubuh

Glutamat adalah salah satu dari 20 asam amino penyusun protein. Sebagai asam amino, glutamat termasuk dalam kelompok non esensial, yang artinya tubuh mampu memproduksi sendiri. Glutamat ada di setiap mahluk hidup baik dalam bentuk terikat maupun bebas.
Glutamat sebagai asam amino no-essensial ditemukan pada tahun 1866 oleh seorang ilmuwan Jerman bernama Prof Ritthausen yang berhasil mengisolasinya dari gluten (protein gandum).
Glutamat yang masih terikat dengan asam amino lain sebagai protein tidak memiliki rasa. Hanya jika glutamat yang dalam bentuk bebas memiliki rasa Umami (gurih). Dengan demikian, semakin tinggi kandungan glutamate bebas dalam suatu makanan, semakin kuat rasa Umaminya.
Kadar glutamat dalam makanan bervariasi tergantung dari macam makanan, kondisi makanan (mentah atau matang) dan proses pengolahannya.
Glutamat bebas dalam makanan sehari-hari umumnya rendah, sehingga untuk memperkuat cita rasa perlu adanya tambahan bumbu-bumbu yang kaya kandungan glutamat bebas.
Makanan sehari-hari
Glutamat bebas, mg/100g
Daging Sapi
10
Daging Ayam
22
Scallop
140
Kepiting Salju
19
Kepiting Biru
43
Udang Putih
20
Kol
50
Bayam
48
Tomat
246
Asparagus hijau
49
Jagung
106
Green Peas
106
Bawang Bombay
51
Kentang
10
Jamur
42
Tomat mentah yang berwarna hijau hanya mengandung 20mg/100g glutamat bebas dan setelah matang meningkat drastis menjadi 246mg/100g. Sementara air susu sapi yang hanya mengandung 1mg/100g glutamat bebas, setelah melalui proses enzimatik, fermentasi dan disimpan selama dua tahun meningkat kandungan glutamat bebasnya menjadi 1680mg/100 sebagai Keju Parmegiana Regiano.
Bumbu Masak Tradisional
Glutamat bebas, mg/100g
Kecap Ikan Vietnam
1370
Kecap Ikan Thailand
950
Kecap Asin/Cina
926
Saus Tiram
950
Terasi Segar Indonesia
1199
Keju Parmegiana Regiano
1680
Keju Chedar
182
Melalui pelacakan kadar glutamat dalam tubuh yaitu dengan studi radioisotope/bioassay terhadap seseorang berberat badan 70 kg, ternyata tubuh manusia menyimpan glutamat dalam jumlah besar, yaitu 1400 g glutamate bebas dan terikat yang tersimpan dalam berbagai organ tubuh. Dari studi yang sama ternyata tubuh juga harus memproduksi 41 g glutamate bebas setiap hari untuk berbagai proses metabolisme. Jumlah glutamat bebas ini jauh lebih tinggi dari total glutamat yang dikonsumsi oleh manusia (hasil survey terhadap makanan orang Jepang) sebesar 16g orang per hari.
Sebagian besar glutamat dari makanan akan dimetabolisme dan digunakan sebagai sumber energi usus halus. Glutamat ini juga berfungsi untuk pembentukan asam amino lain seperti gluthation, arginin dan proline (Peter J. Reeds et.al.,2000). Jadi sama sekali tidak beralasan anggapan sebagian orang bahwa konsumsi glutamat retiap hari akan menyebabkannya terakumulasi.
Melalui reseptor yang terdapat pada lidah dan lambung, glutamat dari makanan akan menstimulasi otak untuk mendorong lambung dan pankreas memproduksi cairan pencernaan. Akibatnya pencernaan menjadi lebih lancar dan tubuh akan mendapatkan unsur-unsur nutrisi yang diperlukannya setiap hari (A.M. San Gabriel, T. Maekawa, H. Uneyama, S. Yoshie and K. Torii, 2007).
Agar berfungsi dengan baik, otak memerlukan glutamat sebagai neurotransmiter yaitu pembawa pesan dari satu sel syaraf ke sel syaraf lainnya. Otak menghasilkan sendiri glutamat yang diperlukannya dalam jumlah besar. Glutamat dari makanan tidak dapat masuk ke otak akibat mekanisme perlindungan otak yaitu sawar otak

Masalah-masalah kesehatan yang dihubungkan dengan MSG

Masalah-masalah kesehatan yang dihubungkan dengan MSG kebanyakannya tidak memiliki dasar ilmiah yang baik. Misalnya:
  • Sampai sekarang ada yang percaya MSG menyebabkan syndrom restoran cina (Chinese Restaurant Syndrome) (antara lain rasa haus, pusing, tubuh kejang dan jantung berdebar-debar), pertama kali syndrom ini dicetuskan tidak didasarkan pada sebuah penelitian yang baik secara ilmiah. Syndrom restoran cina semula hanya sebuah tulisan mengenai pengalaman pribadi Dr Kwok tentang syndrom yang dialaminya sehabis makan makanan cina dimana dia menduga penyebabnya mungkin karena kecap, angciu dan garam selain MSG. Berbagai penelitian ilmiah dengan metode yang baik telah membuktikan tidak adanya kaitan antara MSG dengan syndrom restoran cina.
  • MSG dituduh sebagai penyebab makanan snack yang disukai anak-anak menjadi tidak menyehatkan. Tuduhan seperti ini menunjukkan rendahnya pengetahuan MSG dan gizi. Bayi yang baru lahir justru sehat jika hanya mengonsumsi air susu ibu yang mengandung glutamat sangat tinggi, yaitu 50% lebih dari total protein. Kebanyakan snack adalah sumber karbohidrat sedangkan anak-anak sangat memerlukan kecukupan protein untuk menunjang pertumbuhan dan kesehatan tubuh mereka.
  • Karena mengandung natrium, MSG dituduh sebagai pencetus hipertensi. Dari rumus molekulnya maupun analisa laboratorium kita bisa mengetahui kadar natrium dalam MSG, yaitu 12%. Sementara itu garam mengandung 40% natrium atau tiga kali lebih tinggi. Berdasarkan banyak uji rasa y`ng telah dibuktikan, kadar natrium dalam makanan bisa kita kurangi hingga 40% dengan menambahkan sedikit MSG tanpa mengurangi rasa enak.
  • Rasa enak yang ditimbulkan oleh MSG dituduh sebagai penyebab penggunaan MSG yang berlebihan. Sama seperti pemakaian garam, pemakaian MSG memiliki dosis optimum yaitu 0.2-0.8% dari volume makanan. Penggunaan MSG lebih tinggi dari dosis optimum ini justru dapat mengurangi rasa enak makanan.

Tinjauan ilmiah dalam menilai keamanan MSG

MSG tersusun oleh unsur-unsur nutrisi

MSG terdiri dari 78% glutamat, 12% natrium dan 10% air. Glutamat adalah salah satu dari 20 asam amino pembentuk protein yang terdapat dalam makanan dan tubuh manusia. Demikian juga, natrium terdapat dalam makanan dan tubuh manusia.

Glutamat memainkan peranan fisiologis penting pada tubuh

Lidah dan lambung memiliki reseptor glutamat yang berhubungan dengan sistem syaraf pusat, otak, dan organ pencernaan yaitu lambung dan pankreas. Melalui uji klinis telah dibuktikan, bahwa makanan yang enak karena glutamat, baik dari makanan itu sendiri maupun dari MSG, merangsang produksi cairan pencernaan sehingga daya cerna makanan menjadi lebih baik. Selain itu, glutamat di dalam usus halus berfungsi sebagai sumber tenaga bagi absorpsi unsur-unsur nutrisi kedalam darah. Glutamat memainkan peranan sentral dalam berbagai metabolisme tubuh, antara lain sebagai unsur perantara metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
Rasa haus yang dirasakan terhadap masakan yang mengandung monosodium glutamat adalah nyata dan bisa dibuktikan sendiri. Jika tubuh bereaksi dengan merasa haus, berarti ada sesuatu yang tidak benar dengan tubuh.

Referensi

  1. JECFA, (1988), "L-glutamic acid and its ammonium, calcium, monosodium and potassium salts." In: Toxicological Evaluation of certain Food additives and Contaminants, Cambridge University Press, pp.97-161
  2. Kwok R.H., (1968), Chinese restaurant syndrome: N Engl J Med: 278-96
  3. Olney, J.W., (1969), "Brain lesions, obesity, and other disturbances in mice treated with monosodium glutamate: Science 164(880):719-21
  4. Reeds P.J., Burrin D.G., Jahoor F, Wykes L, Henry J, Frazer M.E., (1996), Eneteral glutamat is almost completely metabolized in first pass by the gastrointestinal tract of infant pigs, Am J.Physiol: 273: E408-15
  5. Yamaguchi S, Ninomiya.K., (1968), What is umami. In: Teranishi R, Hornstein I, Engel K.H. eds. Food Review International: vol 14 (2&3)p.123-38

Pranala luar


Inseminasi Buatan


A. Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut.
Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi. Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci.
Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal.
Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi.
Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan.
Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.
Penanganan IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha untuk memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam bidang IB di Rusia adalah Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan Kuda Kerjaaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian IB. Dan dilah orang pertama yang berhasil melakukan IB pada sapi dan domba.
Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di Askaniya-Nova (1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39 kuda yang di IB, sedang dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Tahun 1914, Geuseppe amantea Guru Besar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan penelitian tentang spermatozoatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati dan ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk anjing. Berdasar penemuan ini banyak peneliti lain membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat yang pertama kali membuat vagina buatan untuk sapi, dan orang pertama yang membuat vagina buatan untuk domba dan kambing adalah Fred F. Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos J. Perry mendirikan koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di New Jersey.
Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.
B. Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.
Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi sekarang di daerah jalur susu Semarang – Solo – Tegal.
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.
Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat memberi harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi tidak diikuti oleh peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan bakunya.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.
Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.
Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.
Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978). Namun perkembangannya kurang memuaskan karena dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.
Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit.
C. Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan
Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
Tujuan Inseminasi Buatan
a) Memperbaiki mutu genetika ternak;
b) Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ;
c) Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
d) Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
b) Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).
Pustaka:
Bearden, HJ and Fuquay JW, 1984. Applied Animal Reproduction. 2ndEdition. Reston Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall Company. Reston. Virginia.
Evans G and MaxwelI WMC, 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goats. Butterworths. Sydney.
Foote RH, 1980. Artificial Insemination. In Reproduction in Farm Animal 4thEdition. Hafez, E.S.E. (Ed.). Lea and Febiger. Philadelpia.
Hafez ESE, 1993. Reproduction in Farm Animai. 6th Edition. Lea and Febiger. Philadelpia
Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
—————–, 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandun


oleh: Syam Rahadi
http://ilmuternak.wordpress.com

Pembuatan bir Anggur

Proses Pembuatan Bir atau Minuman Keras) – Proses pembuatan bir sebenarnya sederhana saja. Prinsip yang digunakan sama seperti pembuatan minuman keras buatan lokal Indonesia, atau seperti pembuatan tape ketan, yaitu dengan memanfaatkan proses fermentasi. Bulir gandum (atau sejenisnya) dibiarkan tumbuh berkecambah, kemudian dikeringkan. Proses penumbuhan kecambah ini akan menghasilkan yang mengandung enzim amilase (yang mampu mengubah karbohidrat menjadi gula, seperti air liur di dalam mulut kita) yang terdiri dari alpha amilase dan beta amilase. Kemudian, Malt ini (bulir gandum berkecambah) dihancurkan dan dicampur dengan air panas atau direbus selama 1 – 2 jam.Setelah menjadi cairan gula, ditambahkan dengan buah hop (yang memberikan rasa pahit). Setelah itu ditambahkan ragi. Di sinilah proses fermentasi dimulai dengan mendiamkannya selama satu hingga tiga minggu. Gula akan menjadi alkohol dan gas karbondioksida. Setelah itu didinginkan, diperas dan disaring. Maka jadilah bir. Itu sebabnya, bir terkadang disebut sebagai roti cair, sebab bahan dasar pembuatnya memang berasal dari bahan yang sama, yaitu bulir gandum.

Bahan Pembuatan Minuman Keras / Minuman BeralkoholBahan baku yang digunakan dalam pembuatan minuman keras adalah bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Secara umum ada dua jenis tanaman yang sering dipakai, yaitu perasan buah (jus) dan biji-bijian, meskipun kadang-kadang nira atau tebu juga dipakai untuk minuman beralkohol tradisional. Perasan buah yang paling banyak dipakai adalah anggur, sedangkan biji-bijian yang banyak digunakan adalah barley, gandum, hope dan beras.
Dalam pembuatannya bahan-bahan tersebut kemudian difermentasi. Fermentasi adalah proses pengolahan yang menggunakan peranan mikroorganisme (jasad renik), sehingga dihasilkan produk-produk yang dikehendaki. Jasad renik adalah makhluk hidup yang sangat kecil, sehingga mata biasa tidak mampu melihatnya. Ia hanya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop.
Mikroorganisme ada di mana-mana di sekeliling kita, seperti pada tanah, air, bahan makanan, bahkan melayang-layang di udara yang kita hirup setiap hari. Jenis mikroorganisme ini sangat banyak. Dalam mikrobiologi pangan, kita mengenal tiga jenis jasad renik,yaitu kapang (jamur), bakteri dan khamir (yeast). Jamur dan bakteri lebih dikenal masyarakat karena juga berkaitan dengan penyakit. Kalau kita terserang penyakit kulit, seperti panu, kadas dan kurap, maka penyebabnya adalah sejenis jamur penyebab penyakit. Sedangkan bakteri banyak menyebabkan berbagai jenis penyakit menular, seperti TBC, Thypus, Colera, Desentri, dan sebagainya.

Diwarta
Proses Pembuatan Minuman Keras / Minuman BeralkoholProses yang hampir sama juga terjadi pada pembuatan minuman keras. Bahan baku berupa biji-bijian tersebut ditambahkan sejenis ragi yang secara mikrobiologis adalah sama, yaitu khamir dengan nama latin Saccharomyces cerevisae. Khamir inilah yang mengubah pati pada biji-bijian tersebut menjadi gula, serta mengubah sebagian gula menjadi alkohol dan komponen flavor (cita rasa). Dari proses tersebut kemudian akan dihasilkan minuman beralkohol dengan cita rasa tertentu sesuai dengan bahan baku yang digunakan.
Lama proses fermentasi itu akan mempengaruhi jumlah alkohol yang dihasilkannya. Semakin lama proses fermentasi semakin tinggi kandungan alkoholnya. Dari perbedaan biji-bijian yang dipakai dan lamanya fermentasi ini akan menghasilkan jenis minuman keras yang berbeda-beda pula.

Fermentasi Spontan dalam Minuman Beralkohol / Minuman KerasAda kalanya proses pembuatan minuman keras ini tidak harus ditambahkan ragi atau yeast dengan sengaja. Karena mikroorganisme sebenarnya ada di sekeliling kita, termasuk di udara bebas, maka sebenarnya proses fermentasi bisa berlangsung secara langsung, tanpa harus menambahkan ragi ke dalamnya. Proses inilah yang dikenal dengan fermentasi spontan. Hal ini terjadi pada fermentasi perasan buah anggur. Buah anggur yang diperas dan dibiarkan di udara terbuka, maka dengan sendirinya akan berlangsung proses fermentasi dari mikroba yang ada di udara. Jika proses tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun, maka mikroba yang ada di udara secra alamiah akan terseleksi sendiri, sehingga hanya mikroba tertentu sajalah yang dominan. Itulah yang terjadi pada industri-industri khamer tradisional. Dalam dunia anggur, kita mengenal jenis-jenis anggur tertentu yang disimpan di dalam peti-peti kayu. Semakin lama anggur itu disimpan, semakin mahal pula harga anggur tersebut, karena akan dihasilkan cita rasa spesifik yang sangat khas.

Fermentasi spontan ini bisa terjadi di mana saja, termasuk juga pada minuman jus yang kita miliki dan kita ketahui sebagai minuman halal. Kalau kita menyimpan jus buah yang tidak habis, maka dalam beberapa hari jus tersebut akan mengalami fermentasi spontan dan berubah menjadi minuman beralkohol. Status hukumnya akan sama dengan minuman keras yang mengandung alkohol. Inilah yang kadang-kadang kurang disadari oleh masyarakat. Ketidaktahuan akan proses fermentasi spontan ini bisa saja menjerumuskan kita kepada minuman beralkohol yang memabukkan.
Hal sama juga terjadi pada nira kelapa atau aren. Ketika masih segar, maka nira tersebut adalah halal. Akan tetapi ketika sudah didiamkan beberapa hari (biasanya lebih dari dua hari) maka akan berubah menjadi tuak yang beralkohol, memabukkan dan haram. Minuman itu sering dijajakan di beberapa daerah dan dianggap sebagai minuman halal.

Tags: Bahan+Pembuatan+Minuman+Keras+/+Minuman+Beralkohol, Proses+Pembuatan+Minuman+Keras+/+Minuman+Beralkohol, Fermentasi+Spontan+dalam+Minuman+Beralkohol+/+Minuman+Keras

Sumber :http://www.g-excess.com