SENSITIVITAS TERHADAP ZAT-ZAT
ANTIMIKROBA
Disusun Oleh:
TUWINDAR (09462010022)
Jurusan BIOLOGI 2009
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas PGRI Banyuwangi
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Dalam pembicaan di sini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit.
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotic.
Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Tetapi penemuan ini baru diperkembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford). Kemudian banyak zat lain dengan khasita antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat.
Masa perkembangan kemoterapi antimikroba sekarang dimulai pada tahun 1935, dengan penemuan sulfonamida. Pada tahun 1940, diperlihatkan bahwa penisilin, yang ditemukan pada tahun 1929, dapat dibuat menjadi zat kemoterapi yang efektif. Selama 25 tahun berikutnya, penelitian kemoterapi sebagain besar berpusat sekitar zat antimikroba yang berasal dari mikroorganisme, yang dinamakan antibiotika.
Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit. Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut
Tujuan
- Mahasiswa dapat mengetahui lebih banyak tentang zat antimikroba
- Mahasiswa mengerti perkembangan dan karakteristik tentang zat antimikrob
- Mahasiswa lebih memahami tentang keberadaan mikroorganisme.
Rumusan masalah
- Bagaimana proses aktivitas dari zat antimikroba?
- Bagaimanakah resistensi mikroorganisme terhadap zat antimikroba?
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Macam-macam antibiotika
1.Aminoglikosid
Aminoglikosid adalah suatu golongan antibiotic bakterisid yang asalnya didapat dari berbagai species Streptomyces dan memiliki sifat-sifat kimiawi antimikroba, farmakologis,dan toksik yang karakteristik.Golongan ini meliputi Streptomycin, neomycin, kanamycin, amikacin, gentamycin, tobramycin, sisomycin, netilmycin, dsb
Aminoglikosid adalah suatu golongan antibiotic bakterisid yang asalnya didapat dari berbagai species Streptomyces dan memiliki sifat-sifat kimiawi antimikroba, farmakologis,dan toksik yang karakteristik.Golongan ini meliputi Streptomycin, neomycin, kanamycin, amikacin, gentamycin, tobramycin, sisomycin, netilmycin, dsb
2.Makrolid
Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi. Obat prototipnya adalah Eritromycin, yang terdiri dari dua belahan gula yang terkait pada cincin lakton 14-atom, diambil dari Streptomyces erytheus pada tahun 1952. Clartromycin dan artitromycin merupakan turunan semisintesis eritromycin.
Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi. Obat prototipnya adalah Eritromycin, yang terdiri dari dua belahan gula yang terkait pada cincin lakton 14-atom, diambil dari Streptomyces erytheus pada tahun 1952. Clartromycin dan artitromycin merupakan turunan semisintesis eritromycin.
3.Tetrasiklin
Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin kemudian ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain. Demeklosiklin, doksisiklin dan minosiklin juga termasuk antibiotic golongan tetrasiklin.
Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin kemudian ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain. Demeklosiklin, doksisiklin dan minosiklin juga termasuk antibiotic golongan tetrasiklin.
4.Kloramfenikol
Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari Streptomyces venezuelae. Karena daya anti mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950, dan diketahui obat ini dapt menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Karena toksisitasnya, penggunaan obat ini dibatasi hanya untuk mengobati infeksi yang mengancam kehidupan dan tidak adaalternatiflain.
5.Klindamisin
Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin yaitu mengikat secara ireversibel pada tempat sub unit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah translokasi sintesisprotein.Spektrum antibakterinya menyeruapai linkomisisn hanya in vitro klindamisin lebih aktif,
RESISTENSI TERHADAP ANTIBIOTIK
Problem resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik mula-mula ditemukan pada tahun 1980-an dengan ditemukannya kasus multipel resisten pada strain bakteri Streptococcus pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis, Staphylococcus aureus, dan Enterococcus faecalis. Semakin tingii penggunaan antibiotik semakin tinggi pula tekanan selektif proses evolusi dan poliferasi strain mikroorganisme yang bersifat resisten. Mikroorganisme patogen yang resisten terhadap antibiotik sangat sulit dieliminasi selama proses infeksi, dan infeksi oleh beberapa strain bakteri dapat berakibat letal (kematian).
Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi resistensi bawaan (primer), resistensi dapatan (sekunder), dan resistensi episomal. Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat alami mikroorganisme. Hal ini misalnya dapat disebabkan oleh adanya enzim pengurai antibiotik pada mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme dapat menguraikan antibiotik. Contohnya adalah Staphylococcus dan bakteri lainnya yang mempunyai enzim penisilinase yang dapat menguraikan penisilin dan sefalosporin. Mekanisme resistensi bawaan ini juga dapat berupa terdapatnya struktur khusus pada bakteri yang melindunginya dari paparan antimikroba, contohnya bakteri TB dan lepra memiliki kapsul pada dinding sel, sehingga resisten terhadap obat-obat antimikroba.
Mekanisme resistensi sekunder (dapatan) diperoleh akibat kontak dengan agen antimikroba dalam waktu yang cukup lama dengan frekunsi yang tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya mutasi pada mikroorganisme. Terbentuknya mutan yang resisten terhadap obat antimikroba dapat secara cepat (resistensi satu tingkat) dan dapat pula terjadi dalam kurun waktu yang lama (resistensi multi tingkat). contoh resistensi satu tingkat adalah pada INH, streptomisin, dan tifampisin; dan contoh resistensi multitingkat adalah resistensi pada penisilin, eritromisin, dan tetrasiklin.terbentuknya mutan mikroorganisme yang resistan terhadap antimikroba ini dapat menimbulkan adanya ketergantunfan (dependensi) mikroorganisme mutan tehadap agen antimikroba.
Mekanisme resistensi dapatan juga dapat berlangsung akibat adanya mekanisme adaptasi atau penyesuaian aktivitas metabolisme mikroorganisme untuk melawan efek obat, contohnya dengan perubahan pola enzim. Dengan demikian, mikroorganisme dapat membentuk enzim yang menguraikan antibiotic. Misalnya pembentukan enzim penisilinase untuk menguraikan penisilin, enzim asetilase terhadap streptomisin, kanamisin, dan neomisin.
Mekanisme resistensi dapatan yang lain adalah dengan memperkuat diding sel mikroorganisme sehingga menjadi impermeable terhadap obat, dan perubahan sisi perlekatan pada diding sel. Adapula mimroorganisme yang melepaskan diding selnya sehingga menjadi tidak peka lagi terhadap penisilin, contohnya kuman berbentuk L.
Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom (episom=plasmid pada plasmidnya yang dapat menular pada bakteri lain yang memilki kaitan spesies melalui kontak sel secara konjugasi maupun transduksi. Contohnya Salmonella, Escherichia, Yersinia, Klebsiela, Serratia, Proteus.
Mekanisme resistensi dapatan yang lain adalah dengan memperkuat diding sel mikroorganisme sehingga menjadi impermeable terhadap obat, dan perubahan sisi perlekatan pada diding sel. Adapula mimroorganisme yang melepaskan diding selnya sehingga menjadi tidak peka lagi terhadap penisilin, contohnya kuman berbentuk L.
Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom (episom=plasmid pada plasmidnya yang dapat menular pada bakteri lain yang memilki kaitan spesies melalui kontak sel secara konjugasi maupun transduksi. Contohnya Salmonella, Escherichia, Yersinia, Klebsiela, Serratia, Proteus.
Vankomisin
Resistensi vankomisin berkembang akibat adanya enzim pada sel bakteri yyang resisten, yang akan membuang residu alanin dari bagian peptida peptidoglikan. Vankomisin tidak dapat terikat pada peptide yang berubah, namun peptide yang berubah tersebut dapat tetap berfungsi dalam formasi ikatan silang selama sintesis peptidoglikan, sehingga bakteri resisten vankomisin tetap dapat membuat dinding sel fungsional.
Resistensi vankomisin berkembang akibat adanya enzim pada sel bakteri yyang resisten, yang akan membuang residu alanin dari bagian peptida peptidoglikan. Vankomisin tidak dapat terikat pada peptide yang berubah, namun peptide yang berubah tersebut dapat tetap berfungsi dalam formasi ikatan silang selama sintesis peptidoglikan, sehingga bakteri resisten vankomisin tetap dapat membuat dinding sel fungsional.
Tetrasiklin
Resistensi bakteri terhadap tetrasiklin dapat muncul bila dihasilkan membran sitoplasma yang berbeda (bentuk perubahan) dan mencegah pengikatan tetrasiklin pada subunit 30S ribosom, sehingga sintesis protein dapat terus berlangsung. Mekanisme resistensi tetrasiklin lainnya adalah resistensi pompa eflux, didasarkan atas transpor tetrasiklin keluar sel secara cepat, sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin pada dosis toksik, sehungga sintesis protein bakteri tidak terhambat. Hal ini terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang menyebabkan protein eflux tetrasiklin.
Secara normal, pada saat tetrasiklin berdifusi melewati membran sitoplasma bakteri, tetrasiklin akan dikonversi dalam bentuk ionik. Hal ini membuat tetrasiklin tidak lagi dapat berdifusi melewati membran sehingga menyebabkan akumulasi tetrasiklin di dalam sel, yang akhirnya dapat menghambat sintesis protein bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri.
Protein eflux tetrasiklin adalah protein membran sitoplasma yang mentranspor bentuk nondifusible tetrasiklin keluar sitoplasma. Pada sel bakteri yang resisten, tetrasiklin dikeluarkan dari sitoplasma secepat difusinya kedalam sel, sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin yang dapat menghambat sintesis protein.
Resistensi bakteri terhadap tetrasiklin dapat muncul bila dihasilkan membran sitoplasma yang berbeda (bentuk perubahan) dan mencegah pengikatan tetrasiklin pada subunit 30S ribosom, sehingga sintesis protein dapat terus berlangsung. Mekanisme resistensi tetrasiklin lainnya adalah resistensi pompa eflux, didasarkan atas transpor tetrasiklin keluar sel secara cepat, sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin pada dosis toksik, sehungga sintesis protein bakteri tidak terhambat. Hal ini terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang menyebabkan protein eflux tetrasiklin.
Secara normal, pada saat tetrasiklin berdifusi melewati membran sitoplasma bakteri, tetrasiklin akan dikonversi dalam bentuk ionik. Hal ini membuat tetrasiklin tidak lagi dapat berdifusi melewati membran sehingga menyebabkan akumulasi tetrasiklin di dalam sel, yang akhirnya dapat menghambat sintesis protein bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri.
Protein eflux tetrasiklin adalah protein membran sitoplasma yang mentranspor bentuk nondifusible tetrasiklin keluar sitoplasma. Pada sel bakteri yang resisten, tetrasiklin dikeluarkan dari sitoplasma secepat difusinya kedalam sel, sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin yang dapat menghambat sintesis protein.
Aminoglikosida
Resistensi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida muncul karena sel bakteri memproduksi enzim-enzim yang dapat menambah fosfat, asetat, atau gugus adenil pada berbagai macam tempat pada antibiotik aminoglikosida. Antibiotik aminoglikosida yang telah dimodifikasi tersebut nantinya tidak akan mampu terikat pada subunit 30S ribosom sehingga tidak lagi dapat menghambat sintesis protein.
Pada dasarnya, satu macam enzim yang telah digunakan untuk memodifikasi aminoglikosida tidak akan mampu memodifikasi aminoglikosida yang lain. Hal ini mencegah penambahan mutasi yang akan meningkatkan kisara modifikasi aminoglikosida oleh enzim pemodifikasi aminoglikosida. Sebagai contoh, tapak ikatan yang dimodifikasi oleh suatu muatan resisten-sreptomisin mengubah suatu asam amino pada protein S12 pada subunit 30S ribosom bakteri. Turunan semisintetik dari aminoglikosida selanjutnya didesain untuk resisten terhadap enzim pemodifikasi aminoglikosida tersebut. Amikasin adalah salah satu aminoglikosida semisintetik yang sangat resisten terhadap modifikasi oleh enzim sehingga banyak bakteri sensitif terhadap antibiotik ini.
Resistensi aminoglikosida juga muncul atas dasar penurunan aktivitas transpor antimikroba ke dalam sel bakteri. Aminoglikosida tidak ditranspor kedalam sel oleh spesies bakteri Bacteroides, sehingga Bacteroides resisten terhadap antimikroba ini. Escherichia coli juga lebih resisten terhadap aminoglikosida dalam kondisi anaerob seperti pada saluran pencernaan manusia.
Resistensi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida muncul karena sel bakteri memproduksi enzim-enzim yang dapat menambah fosfat, asetat, atau gugus adenil pada berbagai macam tempat pada antibiotik aminoglikosida. Antibiotik aminoglikosida yang telah dimodifikasi tersebut nantinya tidak akan mampu terikat pada subunit 30S ribosom sehingga tidak lagi dapat menghambat sintesis protein.
Pada dasarnya, satu macam enzim yang telah digunakan untuk memodifikasi aminoglikosida tidak akan mampu memodifikasi aminoglikosida yang lain. Hal ini mencegah penambahan mutasi yang akan meningkatkan kisara modifikasi aminoglikosida oleh enzim pemodifikasi aminoglikosida. Sebagai contoh, tapak ikatan yang dimodifikasi oleh suatu muatan resisten-sreptomisin mengubah suatu asam amino pada protein S12 pada subunit 30S ribosom bakteri. Turunan semisintetik dari aminoglikosida selanjutnya didesain untuk resisten terhadap enzim pemodifikasi aminoglikosida tersebut. Amikasin adalah salah satu aminoglikosida semisintetik yang sangat resisten terhadap modifikasi oleh enzim sehingga banyak bakteri sensitif terhadap antibiotik ini.
Resistensi aminoglikosida juga muncul atas dasar penurunan aktivitas transpor antimikroba ke dalam sel bakteri. Aminoglikosida tidak ditranspor kedalam sel oleh spesies bakteri Bacteroides, sehingga Bacteroides resisten terhadap antimikroba ini. Escherichia coli juga lebih resisten terhadap aminoglikosida dalam kondisi anaerob seperti pada saluran pencernaan manusia.
Kloramfenikol
Resistensi kloramfenikol mayoritas disebabkan oleh adanya enzim yang menambahkan gugus asetil kedalam antibiotik. Kloramfenikol yang terasetilasi tidak akan dapat terikat pada submit 50S ribosom bakteri, sehingga tidak mampu menghambat sinetsis protein.
Mayoritas bakteri yag resistensi terhadap kloramfenikol memiliki plasmid dengan sebuah gen yang mengkode kloramfenikol astiltransferase. Enzim ini menginaktivasi kloramfenikol yang telah melewati membran plasma dan memasuki sel. Kloramfenikol asetiltransfase diproduksi secara terus menerus oleh mayoritas Gram negatif, namun pada Staphylococcus aureus, sintesis enzim ini diinduksi oleh kloramfenikol.
Resistensi kloramfenikol mayoritas disebabkan oleh adanya enzim yang menambahkan gugus asetil kedalam antibiotik. Kloramfenikol yang terasetilasi tidak akan dapat terikat pada submit 50S ribosom bakteri, sehingga tidak mampu menghambat sinetsis protein.
Mayoritas bakteri yag resistensi terhadap kloramfenikol memiliki plasmid dengan sebuah gen yang mengkode kloramfenikol astiltransferase. Enzim ini menginaktivasi kloramfenikol yang telah melewati membran plasma dan memasuki sel. Kloramfenikol asetiltransfase diproduksi secara terus menerus oleh mayoritas Gram negatif, namun pada Staphylococcus aureus, sintesis enzim ini diinduksi oleh kloramfenikol.
Makrolida
Eritromisin dan antibiotik golongan makrolida yang lain terikat pada subunit 50S ribosom bakteri dan mengeblok sintesis potein. Pada beberapa kasus, resistensi terhadap antibiotik makrolida terjadi akiat mutasi pada target antibiotik. Mekanisme utama resistensi makrolida adalah didasarkan atas enzim RNA metilase yang menambahkan gugus metil kedalam gugus adenin spesifik pada subunit 50S rRNA. Antibiotik makrolida termasuk eriromisin tidak akn terikat pad rRNA yang termetilasi.
Pada Escherchia coli dan beberapa strain bakteri resisten-eritromisin lainnya, terdapat perubahan pada gen pengkode protein L4 atau L12 eritromisin pada subunit 50S ribosom bakteri, mengakibatkan penurunan afinitas eritromisin terhadap ribosom. Pada Staphylococcus aureus, resistensi eritromisin akibat dimetilasi residu adenin pada rRNA 23S.
Eritromisin dan antibiotik golongan makrolida yang lain terikat pada subunit 50S ribosom bakteri dan mengeblok sintesis potein. Pada beberapa kasus, resistensi terhadap antibiotik makrolida terjadi akiat mutasi pada target antibiotik. Mekanisme utama resistensi makrolida adalah didasarkan atas enzim RNA metilase yang menambahkan gugus metil kedalam gugus adenin spesifik pada subunit 50S rRNA. Antibiotik makrolida termasuk eriromisin tidak akn terikat pad rRNA yang termetilasi.
Pada Escherchia coli dan beberapa strain bakteri resisten-eritromisin lainnya, terdapat perubahan pada gen pengkode protein L4 atau L12 eritromisin pada subunit 50S ribosom bakteri, mengakibatkan penurunan afinitas eritromisin terhadap ribosom. Pada Staphylococcus aureus, resistensi eritromisin akibat dimetilasi residu adenin pada rRNA 23S.
Fluorokuinolon
Antibiotik golongan fluorokkuinolon seperti halnya siprofloksasin dan norfloksasin terikat pada subunit β enzim DNA girase, dan mengeblok aktivitas enzim yang essensial dalam menjaga supercoling DNA dan penting dalam proses replikasi DNA. Mutasi pda gen pengkode DNA girase menyebabkan diproduksinya enzim yang aktif namun tidak dapat diikat oleg fluorokuinolon
Antibiotik golongan fluorokkuinolon seperti halnya siprofloksasin dan norfloksasin terikat pada subunit β enzim DNA girase, dan mengeblok aktivitas enzim yang essensial dalam menjaga supercoling DNA dan penting dalam proses replikasi DNA. Mutasi pda gen pengkode DNA girase menyebabkan diproduksinya enzim yang aktif namun tidak dapat diikat oleg fluorokuinolon
Rifampisin
Rifampisin (rifampin) terikat pada subunit β-RNA polimerase bakteri dan menghambat fungsi enzim ini dalam transkripsi mRNA. Rifampisin memiliki afinitas terhadap RNA polimerase bakteri yang lebih tinggi dibandingkan terhadap RNApolimerase mamalia, sehingga rifampisin dapat mengeblok transkripsi mRNA dan sintesis protein pada sel manusia. Resistensi terhadap rifampisi muncul akibat mutasi pada gen subunit RNA polimerase. RNA polimerase yang berubah akibat mutasi tersebut berfungsi secara normal, namun tidak dapat dihambat oleh rifampisin.
Resitensi Terhadap Sulfonamid Dan Trimetoprim
Sulfa drug (sulfonamid) dan trimetropin meghambat reaksi yang berbeda pada jalur metabolisme yang memproduksi asam tetrahidrofolat (tetrahydrofolic acid ), yang merupakan kofaktor esensial dalam sintesis asam nukleat.
Resistensi terhadap sulfonamid dan trimetoprim disebabkan oleh mutasi pada gen pengkode enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme sintesis asam tetrahidrofolat. Enzim berubah berfungsi secara normal namun tidak dihambat oleh sulfanaid dan trimetoprim.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunakan kombinasi dari 2 atau lebih obat juga ddapat dilakukan, misalnya pada pengobatan TBC, lepra, kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar dan sesuai aturan.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunaan kombinasi dari 2 atau lebih obat juga dapat dilakukan, misalnya pada pengobatan TBC, lepra, kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar dan sesuai aturan.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunakan kombinasi dari 2 lepra, dan kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunakan dosis yang benar dan sesuai aturan.
Rifampisin (rifampin) terikat pada subunit β-RNA polimerase bakteri dan menghambat fungsi enzim ini dalam transkripsi mRNA. Rifampisin memiliki afinitas terhadap RNA polimerase bakteri yang lebih tinggi dibandingkan terhadap RNApolimerase mamalia, sehingga rifampisin dapat mengeblok transkripsi mRNA dan sintesis protein pada sel manusia. Resistensi terhadap rifampisi muncul akibat mutasi pada gen subunit RNA polimerase. RNA polimerase yang berubah akibat mutasi tersebut berfungsi secara normal, namun tidak dapat dihambat oleh rifampisin.
Resitensi Terhadap Sulfonamid Dan Trimetoprim
Sulfa drug (sulfonamid) dan trimetropin meghambat reaksi yang berbeda pada jalur metabolisme yang memproduksi asam tetrahidrofolat (tetrahydrofolic acid ), yang merupakan kofaktor esensial dalam sintesis asam nukleat.
Resistensi terhadap sulfonamid dan trimetoprim disebabkan oleh mutasi pada gen pengkode enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme sintesis asam tetrahidrofolat. Enzim berubah berfungsi secara normal namun tidak dihambat oleh sulfanaid dan trimetoprim.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunakan kombinasi dari 2 atau lebih obat juga ddapat dilakukan, misalnya pada pengobatan TBC, lepra, kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar dan sesuai aturan.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunaan kombinasi dari 2 atau lebih obat juga dapat dilakukan, misalnya pada pengobatan TBC, lepra, kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar dan sesuai aturan.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi, melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunakan kombinasi dari 2 lepra, dan kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunakan dosis yang benar dan sesuai aturan.
Aktivitas Antimikroba
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Dalam pembicaan di sini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit.Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotic.
Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit. Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut:
· Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)
· Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen
· Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya
· Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit.
Kemoterapeutika dapat melakukan aktivitasnya lewat beberapa mekanisme, terutama dengan penghambatan sintesa materi penting dari bakteri, misalnya:
· Dinding sel : sintesanya terganggu sehingga dinding menjadi kurang sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan osmotis dari plasma dengan akibat pecah. Contohnya : kelompok penisilin dan sefalosporin.
· Membran sel : molekul lipoprotein dari mambran plasma (di dalam dinding sel) dikacaukan sintesanya, hingga menjadi lebih permeable. Hasilnya, zat-zat penting dari isi sel dapat merembas keluar. Contohnya : polipeptida dan polyen (nistatin, amfoterisin) dan imidazol (mikonazol, ketokonazol, dan lain-lain).
· Protein sel : sintesanya terganggu, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, dan makrolida.
· Asam-asam inti (DNA, RNA) : rifampisin (RNA), asam nalidiksat dan kinolon, IDU, dan asiklovir (DNA).
· Antagonisme saingan. Obat menyaingi zat-zat yang penting metabolisme kuman hingga pertukaran zatnya terhenti, antara lain sulfonamida, trimetoprim, PAS, dan INH.
jenis-jenis dari mikroba yang biasa digunakan berupa :
Staphylococcus aureus
Klasifikasi
Kingdom : Protista
Divisio : Protopyta
Kelas : Schzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Enterbacteriaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Morfologi :
Bentuknya bulat atau lonjong (0,8 sampai 0,9), jenis yang tidak bergerak, tidak berspora dan gram positif. Tersusun dalam kelompok seperti buah anggur. Pembentukan kelompok ini terjadi karena pembelahan sel terjadi dalam tiga bidang dan sel anaknya cenderung dekat dengan sel induknya.
Sifat biakan
Bersifat aerob dan tumbuh baik pada pembenihan yang sederhana pada temperatur optimum 37oC dan pH 7,4.
Daya tahan
Merupakan salah satu bakteri yang cukup kebal diantara mikroorganisme yang tidak berspora tahan panas pada suhu 60oC selama 30 menit, tahan terhadap fenol selama 15 menit.
Salmonella thyposa
Ordo : Eubacteriales
Familia : Entebacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella thyposa
Morfologi
Berbentuk batang, gram negatif berukuran 2 sampai 4 x 0,6 bergerak kecuali Salmonella galinarum dan Salmonella pullorum. Tidak berspora mempunyai fibria.
Sifat bakteri
Bersifat aerob dan aerob fakultatif, suhu optimum untuk pertumbuhannya 37oC dan pH optimum 6 sampai 8.
Daya tahan
Kuman ini dapat dibunuh oleh pemanasan pada suhu 60oC selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidikan serta kionisasi.
Eschericia coli
klasifikasi
Kingdom : Protista
Divisi : Schizophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
Genus : Eschericia
Spesies : Eschericia coli
Morfologi
Merupakan suatu golongan bakteri yang menunjukkan sifat sifat yang mendekati fungi / bakteri. Terdapat dalam tanah maupun dalam udara dan sebagian parasit pada tumbuhan tingkat tinggi. Koloni berwarna (tergantung substraknya), mempunyai bau tanah, resisten terhadap penisilin dan streptomisin.
Vibrio cholera
Klasifikasi
Kingdom : Procaryotae
Phylum : Protophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Eubacteriaceae
Genus : Vibrio
Spesies : Vibrio cholera
Morfologi
Pada pengisolasian berbentuk seperti koma, yang mempunyai panjang kira-kira 2-mikrometer dan sangat aktif bergerak oleh satu flagella yang terletak polar. Tidak membentuk spora. Apabila telah lama dibiakan dalam pembenihan, vibrio dapat menjadi bentuk batang gram negative lainnya dalam usus. Bersifat aerob, suhu optimum 37o C dengan pH optimum 8-2.
Steptococcus mutans
Klasifikasi
Kingdom : Procaryotae
Phylum : Protophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcus
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus mutans
Morfologi
Sel berupa batang, bersifat aerobic, bergerak dengan flagel, membentuk endosportersebar luas dalam tanah dan terbawa oleh partikel-partikel debu di udara, mempunyai habitat pada tanah, air, lingkungan akuatik sel pencernaan hewan maupun pada manusia.
Staphylococcus epidermidis
klasifikasi
Kingdom : Protista
Divisi : Schizophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus epidermidis
Morfologi
Merupakan suatu golongan bakteri yang menunjukkan sifat sifat yang mendekati fungi bakteri. Terdapat dalam tanah maupun dalam udara dan sebagian parasit pada tumbuhan tingkat tinggi. Koloni berwarna (tergantung substraknya), mempunyai bau tanah, resisten terhadap penisilin dan streptomisin.
Candida albicans
Klasifikasi
Regnum : Eucaryotae
Divisio : Thallophyta
Subdivisio : Fungi
Class : Eumycetes
Subclass : Deuteromycetes
Ordo : Cryptococcales
Familia : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
Kerja Gabungan dari Antibiotik Antibiotika tersebar di dalam alam dan memegang peranan penting dalam mengatur populasi mikroba dalam tanah, air, limbah dan kompos. Antibiotika ini berbeda dalam susunan kimia dan cara kerjanya. Dari sekian banyak antibiotika yang telah berhasil ditemukan, hanya beberapa saja yang cukup dipakai untuk dapat dipakai dalam pengobatan. Antibiotika yang kini banyak digunakan, kebanyakan diperoleh dari genus Bacillus, Penicillium dan Streptomyces.
Beberapa antibiotik yang banyak dipergunakan untuk membunuh/menghambat infeksi mikroorganisme patogen diantaranya adalah:
1. Antibiotika tang terbatas aktif terhadap bakteri Gram positif, misalnya penisilin (G dan F), metilisin, kloksasilin, eritromisin, novobiosin, vankomisin, basitrasin dan fusidin.
2. antibiotika yang bekerja terhadap bakteri Gram negatif, misalnya polimiksin, aminoglikosida.
3. antibiotika yang bekerja terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, misalnya tetrasiklin, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin.
4. antibiotika yang bekerja terhadap jamur, misalnya greseofulvin, nistatin, amfoterisin
Kombinasi zat-zat antibiotik yang dapat secara rasional digunakan dalam hal-hal berikut:
· Infeksi campuran.
· Untuk mencegah atau menunda timbulnya mutan resisten.
· Untuk mendapatkan efek yang aditif atau sinergistik terhadap populasi yang homogen dari organisme yang resisten
· Untuk pengobatan darurat, infeksi-infeksi serius sebelum penelitian laboratorium selesai (misalnya sepsis akibat bakteri Gram negatif)
Mekanisme
Jika 2 zat antimikroba bekerja sekaligus bersama terhadap suatu populasi mikroba yang homogen maka akan terjadi salah satu dari efek berikut:
Indiferen, yaitu suatu aksi bersama tidak lebih besar dari zat itu bila bekerja sendiri.
Adisi, yaitu aksi gabungan adalah sama dengan jumlah kedua zat tersebut bila bekerja sendiri-sendiri.
Sinergisme, yaitu aksi gabungan lebih besar dari jumlah efek dari kedua zat tersebut bila bekerja sendiri-sendirr.
Antagonisme, yaitu terhambatnya pertumbuhan satu spesies mikroorganime oleh yang lain bila satu organisme menimbulkan pengaruh buruk terhadap lingkungan organisme yang lain. (Irianto, 2007:98)
Pembuatan Vaksin
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Begitu anjuran umum menjaga kesehatan. Bentuk pencegahan yang lazim dipraktekkan adalah vaksinasi. Walaupun vaksin flu termasuk yang paling sulit dikembangkan, berbagai usaha telah dan sedang dilakukan ilmuwan di seluruh dunia untuk membuat vaksin yang efektif. Banyak penyakit disebabkan oleh virus yang dibasmi dengan vaksinasi. Contohnya cacar, yang resmi dinyatakan musnah dari muka bumi oleh WHO pada 1979, polio, dan campak. Tapi, bila vaksin untuk penyakit itu umumnya diberikan sekali seumur hidup, vaksin flu hanya berlaku rata-rata setahun. Hal ini karena virus flu sangat cepat berubah bentuk. (Koran Tempo, Senin, 7.11.2005; Oleh Arief B. Witarto)
Untuk mengatasi variasi dan perubahan yang sangat cepat, vaksin flu yang dibuat saat ini umumnya menggunakan kombinasi berbagai tipe virus flu. Sayangnya, tak semua tipe virus flu dapat tumbuh cepat sehingga menyulitkan pembuatan vaksin dalam jumlah besar yang dibutuhkan saat epidemi atau pandemi.
Empat cara membuat vaksin
Setidaknya ada empat cara membuat vaksin virus flu dengan target utama menanggulangi perubahan yang cepat dan kebutuhan yang besar dalam waktu singkat untuk wabah besar. Empat cara itu: pembuatan vaksin virus yang dimatikan (rujukan WHO saat ini), vaksin virus hidup yang dilemahkan, vaksin virus hidup rekombinan menggunakan virus baculo, dan vaksin DNA.Saat ini, dalam pembuatan vaksin H5N1, WHO menggunakan galur PR8–virus flu tipe yang tumbuh cepat dalam sel hewan dan embrio telur ayam. Gen HA dari H5N1 yang disisipkan pada galur PR8 sudah dimodifikasi pada lokasi pemotongan protein protease yang mengaktifkan kemampuan infeksi virus flu, untuk tidak dapat dipotong lagi sehingga virus flu yang dihasilkan sangat aman bagi manusia.
Ditumbuhkan pada embrio telur ayam, bukan di dalam sel hewan, karena media pertumbuhan sel hewan sangat mahal. Namun, hanya telur ayam, yang tak mengandung virus atau patogen apa pun atau yang specific pathogen free (SPF), yang dapat digunakan. Virus flu yang telah ditumbuhkan selanjutnya dimatikan untuk dijadikan vaksin.Pembuatan vaksin dengan virus hidup yang telah dilemahkan telah dicoba perusahaan Aviron di AS. Keuntungan vaksin virus hidup adalah tidak hanya menstimulasi produksi protein antibodi yang mengenali patogen, tapi juga membuat sejenis sel darah putih, yaitu sel T limfosit yang punya kelebihan mengenali dan membunuh sel yang terinfeksi, tak hanya satu tipe virus flu tapi juga tipe yang serupa. Akibatnya, daya tahan vaksin ini lebih lama daripada vaksin dengan virus yang dimatikan. Namun, karena virus flunya masih hidup, risiko terinfeksi pun tak hilang 100 persen. Selain itu, produksi vaksin ini butuh waktu lebih lama sehingga sulit mengantisipasi wabah yang mendadak.
Untuk mengatasi kebutuhan telur SPF yang banyak, waktu yang cepat, dan penyediaan vaksin virus hidup, usaha yang dilakukan adalah membuat vaksin tidak dengan virus flu tapi virus baculo. Virus ini menginfeksi serangga dan dapat tumbuh sangat cepat dalam sel serangga yang media pertumbuhannya lebih murah ketimbang sel hewan. Gen HA dan NA disisipkan dalam virus baculo, sehingga virus rekombinan yang diperoleh memiliki karakter antigen mirip virus flu. Vaksin virus hidup dengan teknik ini bisa diproduksi dalam 2-3 bulan saja, tapi efektivitasnya sedang dievaluasi.
Cara tercanggih yang tidak membutuhkan semua hal di atas–virus inang, media pertumbuhan–adalah pembuatan vaksin DNA. Pada teknik ini, gen penyandi protein HA dan NA dimasukkan ke dalam vektor atau DNA yang berfungsi seperti “kargo” yang membawa ke tempat lain. Vektor ini bisa berbentuk cincin atau linier, umumnya berasal dari virus yang sudah dimodifikasi untuk tidak bersifat patogen.
Gen HA dan NA dalam vektor itu dimasukkan ke dalam sel kulit atau otot sehingga sel tersebut memproduksi protein HA dan NA dari virus flu. Dengan munculnya protein asing itu, sistem kekebalan tubuh akan diaktifkan dengan memproduksi protein antibodi dan sel T limfosit. Vaksin DNA flu telah dibikin dan diuji pada hewan dengan hasil yang memuaskan, tapi belum diuji pada manusia karena memerlukan persiapan lebih matang.
PengertiandanJenisAntibiotik
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang beragam.
Antibiotik dikelompokkan berdasarkan gugus aktifnya, misal antibiotik macrolide, antimikroba peptida. Adapun penamaannya biasanya berdasarkan gugus kimiawinya ataupunmikroorganismaprodusernya,misalnya:
Mekanisme kerja antibiotik antara lain :
·Menghambat dsintesis dinding sel
·Merusak permeabilitas membran sel.
·Menghambat sintesis RNA (proses transkripsi)
·Menghambat sintesis protein (proses translasi).
·Menghambat replikasi DNA.
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang beragam.
Antibiotik dikelompokkan berdasarkan gugus aktifnya, misal antibiotik macrolide, antimikroba peptida. Adapun penamaannya biasanya berdasarkan gugus kimiawinya ataupunmikroorganismaprodusernya,misalnya:
Mekanisme kerja antibiotik antara lain :
·Menghambat dsintesis dinding sel
·Merusak permeabilitas membran sel.
·Menghambat sintesis RNA (proses transkripsi)
·Menghambat sintesis protein (proses translasi).
·Menghambat replikasi DNA.
Prosedur difusi-kertas cakram-agar yang distandardisasikan (metode Kirby-Bauer) merupakan cara untuk menentukan sensitivitas antibiotik untuk bakteri. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, sehingga diperlukan standar acuan untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu antibiotik.
Daftar Pustaka
Buchanan. 1974. ‘’ Determinative Bacteriology’’. The William and Wiliks Company. (Terjemah)
Djide, M. 2003 , ” mikrobiologi farmasi terapan ”, Fakultas MIPA, Jurusan Farmasi, Uninersitas Hasanuddin.Makassar.(Google:jum’at 1 november 2011)
Entjang, I. 2001, “Mikrobiologi dan Parasitologi”, PT Citra Aditya Bakti,Bandung.
Gembong. 2005. ‘’ Anantomi Morfologi manusia’’. Universitas Indonesia, Makassar
Koran Tempo, Senin, 7.11.2005; Oleh Arief B. Witarto
Agustina, W. 2004. Pemanfaatan Bacillus licheniformis sebagai Bakteri Penghasil Enzim Protease dengan Medium Tepung Biji Amaranth. PS MIPA Unsoed. Purwokerto.Dwidjoseputro, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga. Jakarta.
4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar